Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai cara mengintegrasikan pembelajaran kecerdasan emosional di sekolah dan metode pengajaran sosial emosional learning atau pembelajaran sosial emosional. Mengapa mengintegrasikan pembelajaran kecerdasan emosional di sekolah itu penting? Seperti yang telah kita ketahui emosi berperan sangat penting dalam pembelajaran di sekolah. Ketika sekolah mendukung emosi dari siswa dan guru-gurunya mereka menciptakan iklim sekolah sehingga setiap orang akan merasa aman, dihargai, dan juga terinspirasi. Oleh karena itu penting bagi sekolah untuk menerapkan social emosional learning atau pembelajaran sosial emosional.
Pembelajaran sosial emosional dapat diartikan sebagai pembelajaran kolaboratif yang melibatkan seluruh pihak di sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Tujuan pembelajaran sosial emosional yang pertama adalah untuk kesadaran diri yaitu memberikan pemahaman penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi. Kedua adalah untuk pengelolaan diri yaitu menetapkan dan mencapai tujuan positif. Ketiga adalah untuk kesadaran sosial yaitu merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain. Tujuan berikutnya adalah untuk meningkatkan keterampilan relasi yaitu membangun dan mempertahankan hubungan yang positif. Selanjutnya dengan pembelajaran sosial emosional ini dapat membantu untuk pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Terdapat tiga bentuk dalam implementasi pembelajaran sosial emosional yaitu 1 pengajaran eksplisit, 2 integrasi praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, dan 3 penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Pada kesempatan ini kita hanya akan fokus membahas bentuk yang kedua yaitu bagaimana mengintegrasikan pembelajaran sosial emosional di sekolah agar kurikulum pembelajaran sosial emosional memiliki dampak yang signifikan. Sosial emosional ini harus dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum dan budaya di sekolah dalam interaksi sehari-hari dan dalam pengajaran di sekolah. Siswa perlu dicontohkan dan diajarkan bagaimana melakukan semua kompetensi emosional yang telah kita bahas sebelumnya seperti mengekspresikan emosi dengan sehat, mengenali emosi pada diri sendiri dan teman atau orang lain, memahami emosi, berempati mengatur emosi, dan lain-lain.
Untuk menerapkan pembelajaran sosial emosional di sekolah, Kita dapat menggunakan metode-metode berikut ini pertama The Charter atau perjanjian, kedua Mood Meter atau pengukuran suasana hati, ketiga Meta Momen dan keempat The Blue Print atau cetak biru.
The Charter atau perjanjian didasarkan pada keyakinan bahwa untuk membangun suasana belajar yang hangat aman dan nyaman setiap siswa perlu menyepakati emosi seperti apa yang mereka ingin rasakan di kelas. Bentuk dari perjanjian adalah sebuah dokumen yang dibuat melalui proses kesepakatan bersama, bisa dibuat oleh siswa-siswa di kelas atau oleh pimpinan sekolah jika siswanya masih terlalu kecil. Hasil dari kesepakatan biasanya dibuat dalam bentuk poster, jika memungkinkan ini ditandatangani oleh semua siswa. Isinya bisa ditinjau secara berkala dan disesuaikan. Bentuk perjanjian dapat memuat tiga hal yang pertama bagaimana siswa-siswa ingin merasa, atau emosi apa yang ingin mereka rasakan di kelas? Kedua apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu teman-temannya merasa seperti itu? dan ketiga apa yang bisa mereka lakukan jika terjadi konflik diantara mereka? Untuk lebih jelasnya mari kita simak contoh berikut: Para siswa pada sebuah SMA di Jawa Timur menyepakati bahwa mereka ingin merasa senang, bersemangat, termotivasi, nyaman, percaya diri dan bangga setiap berada di kelas. Lalu mereka berdiskusi untuk membahas bagaimana mereka bisa membuat semua siswa di kelas merasa seperti itu. Kemudian mereka menyepakati bahwa mereka berjanji harus menyapa ke sesama siswa di kelas dengan senyuman dan tanpa ejekan, tidak boleh melakukan intimidasi ke sesama siswa, mendengarkan jika ada yang bercerita tentang masalahnya dengan melakukan kontak mata, bertanya dan memberikan dukungan. Setelah itu mereka juga berdiskusi mengenai langkah apa yang akan dilakukan jika terjadi konflik atau jika ada yang melanggar perjanjian tersebut. Mereka menyepakati bahwa akan menegur siswa yang melanggar tersebut dengan baik dan secara empat mata, tidak membicarakan siswa tersebut di belakang, dan jika perlu meminta bantuan orang ketiga atau guru sebagai moderator. Penggunaan perjanjian ini bertujuan untuk membuat suasana kelas yang positif. Penekanannya bukan pada membuat peraturan yang isinya jangan melakukan hal ini dan jangan melakukan hal itu.
Metode selanjutnya adalah mood meter atau pengukuran suasana hati. Pengukuran suasana hati adalah sebuah perangkat yang membantu siswa-siswi dan guru untuk menyadari emosi mereka dan mengenali bagaimana emosi tersebut mempengaruhi cara mereka berpikir, motivasi mereka dan keputusan-keputusan yang mereka ambil. Bentuk dari pengukuran suasana hati digambarkan dengan sebuah bagan yang menggambarkan suasana hati dalam dua dimensi utama yaitu energi di mana energi tinggi ditempatkan di atas dan energi rendah ditempatkan di bawah serta kesenangan yaitu perasaan semakin senang di kanan dan perasaan tidak senang di kiri sehingga ini membentuk empat kuadran sebagai berikut.
- Kuadran kanan bawah yaitu energi rendah dan senang seperti tenang, puas, santai.
- Kuadran kanan atas yaitu energi tinggi dan senang seperti senang, bangga, penuh semangat.
- Kuadran kiri bawah yaitu energi rendah dan tidak senang seperti sedih, bosan, kecewa.
- Kuadran kiri atas yaitu energi tinggi dan tidak senang seperti kecemasan, ketakutan, kemarahan.
Meta momen adalah hal dalam diri yang digunakan untuk membantu siswa dalam mengatur emosi dengan cara menyadarkan mereka bahwa mereka bisa memilih reaksi emosionalnya setelah mengalami suatu kejadian pemicu. Siswa diminta untuk merenungkan bagaimana versi terbaik dari diri mereka akan bereaksi pada suatu kejadian. Ketika suatu kejadian buruk terjadi mereka dilatih untuk berhenti sejenak kemudian memikirkan bagaimana versi terbaik diri mereka akan bereaksi pada kejadian tersebut kemudian memikirkan strategi terbaik untuk menghadapi kejadian yang buruk. Untuk lebih jelasnya Mari kita simak contoh berikut. Paulus seorang siswa dari Papua dia diejek oleh temannya karena rambutnya keriting dan kulitnya hitam. Paulus terbiasa langsung marah kalau diejek temannya terkadang malah langsung memukul. Dengan menggunakan meta momen Paulus belajar untuk tidak langsung bereaksi ketika ia diejek, akan tetapi ia berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang sudah terjadi. Lalu Paulus memikirkan bagaimana versi terbaik dirinya akan bereaksi dalam situasi ini. Paulus Tetap sabar dan dengan tenang serta tegas mengatakan pada temannya bahwa dia merasa marah karena ejekan tersebut, tetapi Paulus tidak bereaksi secara emosional. Setelah itu Paulus menyusun strategi. Paulus akan bilang ke teman yang mengejeknya bahwa ejekannya itu melukai dirinya dan orang-orang Papua. Paulus juga akan berbicara dengan guru, mungkin nanti guru bisa mengajak kelas berdiskusi tentang rasisme dan bagaimana kita sebaiknya bersikap pada perbedaan yang ada. Setelah memikirkan versi terbaik dirinya dan menyusun strategi, selanjutnya Paulus akan melaksanakan strategi tersebut.
Meta momen mengajarkan siswa untuk bersikap proaktif bukan reaktif. Siswa yang bersifat proaktif tidak langsung bereaksi, tetapi ia mengambil waktu sejenak untuk memilih respon dan strategi. Dengan begitu siswa yang proaktif dapat mengendalikan emosinya sedangkan siswa yang bersikap reaktif biasanya langsung bereaksi pada pemicu kejadian dan tidak bisa mengendalikan emosinya.
The Blue print atau cetak biru cetak biru
berfungsi untuk mendorong proses refleksi empati dan kemampuan melihat
perspektif orang lain khususnya dalam situasi konflik yang sudah terjadi atau
yang berpotensi konflik di masa depan. Cetak biru ini berisi serangkaian
pertanyaan untuk direfleksikan seperti:
- Bagaimana kedua pihak merasa dalam situasi tersebut?
- Apa yang dipikirkan oleh kedua belah pihak akibat dari emosi tersebut?
- Apa yang menyebabkan kedua belah pihak merasa demikian?
- Apa yang bisa dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mengatur perasaan tersebut agar lebih jelas?
Mari kita simak contoh berikut:
Di dalam kelas Siti dan Rossa bertengkar karena Siti merasa bahwa Rosa kurang berpartisipasi dalam tugas kelompok. Sebelumnya Rossa merasa bahwa Siti tidak peduli bahwa ia baru saja sakit sehingga tidak bisa maksimal untuk ikut mengerjakan tugas tersebut. Rosa bisa diajak untuk berefleksi dan bertanya pada diri sendiri bagaimana perasaan Siti. Rosa berpikir pasti Siti jengkel dan marah kepadanya. Apa yang mungkin dipikirkan Siti? Mungkin Siti berpikir Rossa ini seenaknya sendiri dan tidak mau bekerja sehingga aku yang harus bekerja keras. Apa yang menyebabkan Siti merasa demikian? Rosa berpikir mungkin ia tidak tahu bahwa sakitku cukup parah sehingga tidak mungkin mengerjakan tugas atau mungkin ia belum mendapat informasi. dan Rosa bertanya lagi pada dirinya Apa yang bisa aku lakukan? Sepertinya aku harus berbicara dan menjelaskan penyakitku ke Siti dan menawarkan bantuan ke depannya, Aku juga harus menunjukkan komitmen kerja pada Siti.
Untuk menjadikan kelas yang cerdas secara emosional dibutuhkan lebih dari sekadar menerapkan keempat metode tersebut, Kita perlu menunjukkan komitmen berkelanjutan untuk mengembangkan kematangan emosi siswa dan guru. Berikut ini merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para guru yaitu pertama Anda dapat menjelaskan pentingnya kematangan emosi serta kompetensi-kompetensi emosional pada para siswa. Kemudian Anda dapat membuat program berkelanjutan untuk mengembangkan kematangan emosi para siswa. Selanjutnya anda dapat menggunakan keempat metode pembelajaran sosial emosional sesuai konteks dan masalah dalam pengajaran sehari-hari, dan terakhir Anda dapat memasukkan bahasan emosi dalam pelajaran misalnya ketika membahas sejarah Anda bisa membahas mengenai kematangan emosi dari tokoh sejarah, penyelesaian konflik secara matang dan lain-lain.
Post a Comment