Dalam proses belajar mengajar seorang guru perlu memahami kondisi siswanya baik dari sisi kesiapan belajar, minat siswa, profil belajar siswa, dalam hal ini terkait gaya belajar pada setiap individu siswa. Dengan demikian guru dapat menyusun metode pembelajaran yang sesuai sehingga dapat melakukan metode dan layanan pembelajaran berdiferensiasi yang tepat. Seperti kita ketahui dalam pembelajaran berdiferensiasi guru harus berusaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar siswanya. Menurut Tomlinson pada tahun 1999 di dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespons kebutuhan belajar siswa. Untuk mengukur apakah metode dan layanan pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan sudah tepat maka perlu disusun asesmen pembelajaran yang tepat pula. Sebelumnya penting untuk dipahami bahwa asesmen merupakan bagian yang tidak lepas dari kegiatan evaluasi, di dalam konsep evaluasi termuat konsep asesmen. Pengukuran dan tes evaluasi dapat terlaksana manakala telah dilaksanakannya kegiatan asesmen. Kualitas asesmen ditentukan oleh kegiatan pengukuran, yang salah satu bentuknya adalah tes asesmen dalam pembelajaran dibutuhkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran yang telah dilakukan oleh guru dan hasil belajar siswa dan tentunya harus menyentuh tiga ranah kemampuan intelektual yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Asesmen seringkali dipersepsikan sebagai upaya menentukan nilai siswa sehingga tidak heran jika sebagian dari kita berusaha keras melakukan upaya agar nilai siswa kita setinggi mungkin padahal nilai siswa bukan menjadi sasaran kinerja dan peran assessment yang pertama dan utama bukanlah menentukan nilai siswa. Peran pertama dan utama assessment harus dilihat sebagai bagian dari proses pembelajaran yang utuh. Asesmen tidak bisa terlepas dari proses pembelajaran. Kerangka yang sering digunakan untuk melihat posisi asesmen dalam proses pembelajaran adalah segitiga belajar yang digagas oleh John Biggs dengan teori yang disebut Bigs Constructive Alignments yang mengkaitkan antara asesmen, tujuan pembelajaran, dan metode pembelajaran.
Segitiga belajar membantu guru untuk melihat
bahwa ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri.
Sebagai contoh tujuan atau hasil belajar yang ingin dicapai adalah
mengidentifikasi ciri-ciri dari hewan kelas insecta. Aktivitas pembelajaran
yang dapat dilakukan adalah melalui penjelasan ciri-ciri dalam bentuk gambar
atau pengamatan langsung dan metode asesmen yang dapat digunakan dapat berupa
kuis pilihan ganda atau laporan hasil pengamatan. Asesmen harus mengungkapkan
seberapa baik siswa telah mempelajari apa yang perlu mereka pelajari, sementara
metode pembelajaran memastikan bagaimana proses belajar siswa dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Agar hal ini terjadi, asesmen, tujuan pembelajaran, dan metode pembelajaran
perlu diselaraskan secara erat sehingga saling menguatkan untuk memastikan
bahwa ketiga komponen belajar ini selaras. Saat menyusun program pembelajaran
tanyakan pada diri anda pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Tujuan pembelajaran
(2) Apa target yang ingin dicapai (3) Saat siswa menyelesaikan proses
pembelajaran, metode pembelajaran, jenis kegiatan apa baik di dalam ataupun di
luar kelas yang akan memperkuat tujuan pembelajaran anda dan (4) Mempersiapkan
siswa untuk penilaian asesment, jenis tugas atau alat uji apa yang dapat
mengungkapkan bahwa siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah anda
identifikasi. Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa anda pada
kebutuhan pembelajaran yang lengkap dan konkret serta menggunakannya untuk
perbaikan kualitas pembelajaran.
Jika asesmen tidak selaras dengan tujuan
pembelajaran atau metode pembelajaran hal itu dapat merusak motivasi dan
pembelajaran siswa, dan tentunya kinerja anda sebagai guru dan kinerja siswa
tidak dapat terukur dengan baik. Sebagai contoh tujuan pembelajaran yang
diharapkan adalah agar siswa dapat menjelaskan suatu konsep tetapi penilaian
Anda diarahkan untuk mengukur kemampuan analisis seperti membuat kesimpulan
dari sebuah studi kasus akibatnya siswa akan merasa frustasi karena pada saat
ujian tidak mengukur apa yang mereka pelajari. Untuk lebih jelasnya mengenai
teknis perencanaan pelaksanaan pengolahan hingga pelaporan pembelajaran dan
asesmen secara umum telah dibahas dalam Buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen
yang disusun oleh Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan dari
Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Berbicara mengenai asesmen pada kesempatan
ini akan berfokus pada pembahasan mengenai penyelarasan asesmen berdasarkan
Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom yang merupakan sistem klasifikasi yang
mendefinisikan dan membedakan berbagai tingkat kondisi memiliki peran penting
yang dapat membentuk guru dalam menggerakkan siswa untuk melalui proses
pembelajaran dalam suatu kerangka belajar yang terorganisir dan bertingkat.
Dengan memahami tingkat pengetahuan akan membantu menyelaraskan tujuan belajar
dengan kegiatan dan penilaian yang sesuai sehingga Taksonomi Bloom dapat
digunakan untuk mengembangkan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan
asesmen.
Berikut tabel contoh penyelarasan antara
tujuan pembelajaran dan asesmen berdasarkan taksonomi bloom untuk memastikan
keberhasilan belajar siswa. Sebagai contoh pada tingkat mengingat untuk tujuan
pembelajaran yang diawali dengan kata ingat, kenali, atau identifikasi dengan
pertanyaan mendasar dapatkah siswa mengingat atau mengenali informasi tersebut
maka assessment yang sesuai adalah item test objektif seperti mengisi bagian
yang kosong, mencocokkan, memberi label, atau pertanyaan pilihan ganda yang
mengharuskan siswa untuk mengingat atau mengenali istilah fakta dan
konsep.
Contoh lainnya pada tingkat mengaplikasikan untuk tujuan pembelajaran yang diawali dengan kata terapkan atau implementasikan dengan pertanyaan mendasar seperti dapatkah siswa menggunakan informasi dengan cara yang baru maka aktivitas asesmen yang dapat digunakan diantaranya kegiatan seperti mengidentifikasi permasalahan, melakukan pertunjukan praktik di laboratorium, pembuatan prototipe atau simulasi yang mengharuskan siswa untuk menggunakan prosedur untuk menyelesaikan atau menyelesaikan tugas yang sudah dikenal atau tidak dikenal dan menentukan prosedur mana yang paling tepat untuk tugas yang diberikan. Untuk contoh lainnya dapat kita simak tabel berikut:
Post a Comment